preloader

Pengesahan RPP KEN Cacat, Berikan Ruang Masyarakat Rentan!

Pengesahan RPP KEN Cacat, Berikan Ruang Masyarakat Rentan!

BANDUNG, RHIZOMA – Pengesahan Peraturan Pemerintah tentang Kebijakan Energi Nasional (PP – KEN) menjadi penting karena memuat kebijakan iklim sektor energi di dalamnya. Rhizoma Indonesia mendesak pemerintah untuk tidak mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) KEN dan meninjau kembali serta memastikan bahwa tahapan proses telah dilakukan secara transparan, akses informasi dan keterlibatan masyarakat secara partisipatif dan bermakna.

Sekitar tiga perempat emisi gas rumah kaca global bersumber dari sektor energi dan memegang peranan penting dalam mencegah dampak terburuk perubahan iklim. Mengganti energi fossil (batubara, gas dan minyak) dengan energi terbarukan seperti angin dan matahari akan mengurangi emisi karbon secara signifikan. Rencana nasional energi dalam RPP KEN terbaru yang telah disetujui DPR RI justru semakin jauh dan memperkecil peluang mengurangi emisi karbon dan mencapai emisi nol bersih pada tahun 2050.

Suara setiap orang adalah penting.

Pemerintah wajib untuk memastikan akses informasi dan keterlibatan langsung masyarakat rentan terdampak perubahan iklim seperti buruh tani, nelayan masyarakat pesisir terdampak langsung PLTU Batu bara dan terancam naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global. Mereka adalah kelompok yang paling menderita dan menanggung akibat jangka panjang dari kebijakan ini. Sebagaimana ketentuan Pasal 96 UU 13/2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan-Undangan bahwa masyarakat berhak mendapat kemudahan akses, memberikan masukan secara lisan, tulisan,daring-luring, perseorangan atau berkelompok yang terdampak langsung dan memiliki kepentingan atas materi muatan rancangan perundang-undangan.

Peran masyarakat secara global diakui dan ditegaskan melalui pasal 6 UNFCCC dan pasal 12 perjanjian paris bahwa para pemimpin politik wajib bekerja sama dan memastikan akses informasi, keterlibatan dan partisipasi publik tentang pentingnya langkah – langkah perencanaan dan aksi perubahan iklim serta dampaknya. Bukan hanya keterlibatan semu, namun partisipasi yang bermakna dengan mendudukkan mereka setara sebagai pemangku kepentingan.

Tahapan penyusunan pembaruan kebijakan energi nasional yang dilaksanakan sejak januari 2022 – juli 2024 mulai dari persiapan bahan, naskah akademis, perancangan dan penyusunan, konsultasi-persetujuan DPR, harmonisasi dan penetapan KEN oleh Dewan Energi Nasional sangat eksklusif dan tertutup, tidak ada ruang bagi masyarakat rentan pinggiran. Rhizoma menilai RPP KEN cacat, baik proses dan muatan substansinya. Ketiadaan akses informasi dan kesempatan publik menyampaikan pendapat dan berkontribusi dalam perencanaan dan aksi iklim merupakan bentuk pengabaian pemerintah atas perlindungan lingkungan, dan keselamatan rakyatnya. Seharusnya pemerintah  berupaya mengintegrasikan perspektif masyarakat sipil dan memastikan partisipasi secara efektif dalam setiap tahap proses penyusunan kebijakan energi nasional.

Kebijakan energi harus selaras dengan kebijakan iklim bukan sebaliknya.

Menurut data laporan iklim global National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) tahun 2023 adalah tahun terpanas sejak dimulainya pencatatan global 1850, suhu rata – rata bumi telah mencapai 1,35͒c, 10 tahun terpanas terjadi dalam 1 dekade terakhir 2014 – 2023. Sebagaimana dicanangkan dalam perjanjian paris emisi harus dikurangi sebesar 45% pada tahun 2030 dan mencapai nol bersih pada tahun 2050.

Penetapan periode pelaksanaan kebijakan energi sampai dengan 2060 harus selaras dengan target pengurangan emisi karbon 2030 dan emisi nol bersih pada tahun 2050 secara global. Grand strategi perubahan arah kebijakan energi nasional diharapkan dapat memaksimalkan energi terbarukan dan mengurangi penggunaan energi fossil  (batubara, bensin dan gas). Dekarbonisasi dan transisi energi untuk mencapai Net Zero Emission pada tahun 2050 dengan melakukan pengakhiran pengoperasian (pensiun) PLTU batubara baik alami dan pensiun dini secara bertahap sesuai dengan mandat Perpres 112/2022.

Pemerintah gagal memahami makna transisi energi seperti “pemanfaatan energi terbarukan dari jenis biomassa dan sampah diarahkan untuk menggantikan sebagian batubara pada ketenagalistrikan” jika dengan membakar bersamaan dengan batubara (co-fring) dianggap sebagai upaya mengurangi emisi adalah “Kebohongan”. Kebohongan lainnya adalah sampah bukan merupakan energi terbarukan, sementara biomassa kayu dengan hutan tanaman energi akan memicu deforestasi, merubah bentang alam bahkan konflik sosial.

Peta jalan pemanfaatan teknologi rendah karbon dalam upaya mengurangi emisi karbon seharusnya dilakukan secara bertahap selaras dengan rencana pengakhiran pengoperasian PLTU batubara yang menggunakan teknologi tidak efisien dan tinggi emisi. Secara bertahap dimulai dengan mempensiunkan PLTU berteknologi CFB, subkritis, superkritis dan terakhir ultra superkritis. Penggunaan teknologi CCS dan CCUS bukan termasuk teknologi rendah karbon tetapi hanya menangkap karbon kemudian disimpan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi minyak dan gas.

Optimalisasi pemanfaatan sumber energi gas sebagai energi transisi menuju pemanfaatan energi terbarukan bukanlah strategi yang tepat, gas bukanlah energi bersih, menghasilkan metana polutan super iklim. Rencana penggunaan energi nuklir (baru) dengan alasan untuk menyeimbangkan dan mencapai target emisi justru akan menjadi ancaman baru bagi perlindungan lingkungan dan keselamatan rakyat.

Berdasarkan uraian diatas, maka Rhizoma Indonesia menolak dan mendesak pemerintah untuk tidak mensahkan dan melakukan review terhadap peraturan pemerintah tentang kebijakan energi nasional. Menjadikan ekonomi sebagai indikator utama dan target sasaran capaian realisasi pasokan energi dalam pembangunan telah menempatkan kita dan anak cucu kita ke jurang kehancuran iklim dan ancaman keruntuhan global.

 

Rhizoma Indonesia

Narahubung:

Manajer Advokasi dan Program

Wahyu Widiarto

+62 813 1291 2815

widi@rhizomaindonesia.org

Tags