preloader

Peneliti UGM Kembangkan Teknologi Penyerap Karbon Dioksida Berbasis Mikroalga

Peneliti UGM Kembangkan Teknologi Penyerap Karbon Dioksida Berbasis Mikroalga

FOTO : Microfest 100, teknologi penyerap karbon dioksida terpasang di di Masjid Raya Syeikh Zayed. Dok. UGM

RHIZOMA – Mikroalga dikenal memiliki kemampuannya menyerap karbon dioksida atau CO2. Jenis tumbuhan renik yang berukuran mikroskopik ini mudah bertahan hidup di daerah berpolusi, suhu ekstrem, bahkan udara beracun.

Kemampuanya menyerap karbon dioksida dan dapat hidup di daerah berpolusi dan beracun ini mendorong peneliti Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk mengembangkan teknologi berbasis mikroalga. Mereka menamakannya dengan Microfest 100. Teknologi ini diharapkan berkontribusi terhadap komitmen Net Zero Carbon.

Teknologi ini diinisiasi Guru Besar Teknik Kimia Fakultas Teknik, Prof. Ir. Arief Budiman, D.Eng. dan Dosen Fakultas Biologi Dr. Eko Agus Suyono. Keduanya merupakan Peneliti Pusat Unggulan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (PUIPT) Microalgae Biorefinery UGM. Penelitian yang mereka lakukan disponsori program dana pendamping dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi melalui platform Kedaireka tahun anggaran 2022.

Teknologi Microforest 100 dikembangkan untuk mengatasi produksi karbon atau CO2 di udara terbuka. Saat ini rancangan Microforest 100 telah dipasang di Masjid Raya Syeikh Zayed, Solo pada 17 Juni 2024 lalu. Alat ini diletakkan di ruangan terbuka supaya dapat menyerap CO2 yang dihasilkan pengunjung di masjid tersebut.

Rangga Wishesa, CEO Algatech Nusantara menjelaskan, instalasi Microforest 100 dipasang setinggi dua meter. Pemasangan dengan tinggi tersebut berfungsi untuk menyerap karbon di udara dengan teknologi fotobioreaktor.

Menurutnya, sistem di dalam Microforest 100 akan menyerap karbon dioksida dalam jumlah besar, bahkan setara dengan lima pohon dewasa berumur sekitar 15 tahun.

“Hal ini didasarkan pada kemampuan mikroalga sendiri yang dapat menyerap karbon dioksida 30-50 kali lipat lebih banyak dibanding tanaman terestrial saat ini,” katanya dilansir dari laman UGM.

Eko Agus Suyono, Dosen Biologi UGM menambahkan, mikroalga masih memiliki potensi agar dikembangkan menjadi produk olahan lain, seperti bahan bakar bioenergi. Harapannya, potensi tersebut dapat dieksplorasi lebih lanjut untuk dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

“Dengan begitu, pengurangan emisi karbon dapat berlangsung secara masif dalam mengatasi perubahan iklim,” tutupnya.

Penempatan pertama Microforest 100 di Masjid Raya Syeikh Zayed dirasa cocok karena tingginya tingkat pengunjung masjid tersebut. Alat ini diletakkan di ruangan terbuka supaya dapat menyerap CO2 yang dihasilkan pengunjung.

Direktur Masjid Raya Syeikh Zayed, Munajat, Ph.D., mengatakan, masjid bisa saja menjadi salah satu fasilitas publik yang ramai dikunjungi dan menghasilkan banyak emisi karbon. Apalagi, Masjid Raya Syeikh sendiri bisa menerima puluhan ribu pengunjung setiap harinya.

“Peluncuran Microforest 100 ini sekaligus memantau sejauh mana mesin bisa bertahan menyerap karbon untuk nantinya menjadi bahan pengembangan lebih lanjut,” katanya.

Rencananya, jika terbukti efektif menyerap karbon dalam jumlah besar, Microforest 100 akan dikembangkan lebih lanjut. Microforest akan diletakkan di tempat-tempat ibadah seperti Masjidil Haram Mekkah dan Masjid Nabawi.[]

Tags